Ini segelintir cerita yang mau kubagi. Beberapa bulan ini, (akhirnya) aku sadar bahwa ini salah satu jodoh yang Allah kasih...
Dulu pertama kali aku bertemu, menginjakkan kaki di gedung itu, aku cuma merasa hanya sebagian kecil keinginanku untuk bekerja di sana. Toh, belum tentu di situ takdirku melangkah. Satu gedung yang besar, mewah, seolah berada di negara tetangga yang terkenal akan kerapihan kotanya.. Bahkan aku masih ingat bahwa ada satu teman yang nyeletuk, "enak kali ya kerja di sini.."
Dan aku ga merasa perlu membenarkannya
Saat itu pun aku rasa tidak ada salahnya magang di sana, walau lamaranku tidak digubris
Melainkan temanku yang lain yang magang di sana. Dua tahun kemudian, setelah aku lulus, aku sempet berpikir untuk murtad, cari kerjaan di luar jurusan kuliahku...
Sampai aku dapat satu pekerjaan dari info seorang teman, tapi aku tetap merasa ini bukan yang aku cari
Mungkin menjadi dosen adalah pilihanku, walau sulit dan harus berusaha bergelar S-San sampe es teler
karena nampaknya peluang kerja dosen di universitas ternama harus lulusan master. Mungkin Master Ded*y dan Master Sin*ad cocok tuh
Di satu hari, aku mencari lowongan di internet seperti biasanya, sampai aku menemukan satu nama ABCD (bukan nama sebenarnya
) Gedung yang dulu aku datangi untuk mewawancara seorang Kepala Divisi IT untuk tugas kuliah, instansi di mana juga aku pernah mengirim lamaran magang, maka aku rasa tidak ada salahnya mencari peluang kerja di sana, sekali lagi. Walau lamaranku bukan buat magang, tapi HRD sempat juga menawarkan magang dulu di awal, itu di saat belum diadakan wawancara atau tes-tes terkait...
Aku pun agak ga sabaran dengan status gantung
tidak ada kabar berita, maka aku memberanikan diri meng-email dan menelepon pihak HRD, setidaknya meminta kejelasan apakah lamaranku ditolak. Jadi aku tidak akan bimbang ketika ditanyakan perusahaan lain untuk bekerja di tempat mereka. Jawabannya waktu itu bahwa akan dikabari lagi nanti, karena kesibukan yang ada... Sampai akhirnya serangkaian proses tes dijalankan.
Di saat wawancara, aku sama sekali ga mengerti mengenai tunjangan, bonus, atau apapun yang mereka bicarakan itu, yang kupikir toh ga akan didapat karyawan baru.. Masalah gaji pun, separuh lebih dikit dari gaji yang kudapat di kerjaan sebelumnya. Waduh, hidup makin berat, pendapatan makin sedikit, pikirku..
Namun, dari beberapa pertimbangan, akhirnya kuambil peluang yang ada dengan kalimat pernyataan yang kuingat "kalau kamu mau belajar, di sini tempatnya. banyak peluang yang bisa kami beri. Tapi untuk gaji yang kamu minta, kami ga bisa memberikan segitu"
Aku pikir, selama ini toh aku pun cari kesempatan belajar, kerjaan yang bukan sebagai vendor melainkan client, kantor yang ga punya cabang karena takut dipindah-pindah, hahaha..
and I found those in here. Jadi, mulailah aku bekerja di tempat ini. Penyesuaian diri dimulai, observasi dijalankan untuk bisa beradaptasi, karena tidak semua orang bisa menerima caraku dan tidak semua cara orang bisa kuterima.
Pertanyaan-pertanyaan pun mengalir, "kenapa ABCD? ga perusahaan lain?" seolah aku di sana karena materi yang kukejar. Jujur, tidak sepenuhnya benar. Toh, setahun pertama aku sampai perlu mencari uang tambahan, mencari lowongan guru privat untuk menutup kebutuhan harian, bahkan beberapa rekan baru yang sefakultas denganku, job desk yang sama tapi gajinya lebih besar, aku tidak mempermasalahkannya. That's normal and not a big deal. Masing-masing orang, masing-masing rejeki... Aku terima seadanya, dengan tetap berpikir untuk menjadi dosen nantinya. Teteup....
Pertanyaan selanjutnya, "tau dari mana ada lowongan di sini?" seolah karena banyak senior fakultasku yang bekerja di sana, maka aku bisa dengan mudah masuk, aku bisa dengan mudah tau ada lowongan di sana. Padahal tahu pun aku tidak, bahwa ada beberapa orang senior yang berasal dari kampus yang sama.
Makin hari, aku tidak menemukan yang aku cari, hal yang aku tulis di kolom isian "yang diharapkan dalam bekerja di ABCD" waktu tes masuk pertama kali, sebut saja hal X. Aku tidak akan menulisnya, tapi aku tahu seseorang pasti mengingatnya, beliau yang juga berharap aku mendapatkannya. Maka aku mengajukan pengunduran diri, walau belum resmi, tapi sudah dibicarakan panjang lebar dengan manajemen minus direksi, rasanya sudah bulat ketika itu. Instansi memberiku waktu berpikir sekali lagi, pikir matang-matang. Sempat ketika berbicara mengenai hal itu, aku membendung air mata, tidak tega karena akan banyak tanggung jawab yang terlunta, tapi juga tidak merasa mendapatkan apa yang aku harap. Aku tidak membuatnya menjadi alasan ketika itu. Aku hanya bilang ingin cari pekerjaan yang lebih dekat dari rumah..
Setelah berpikir panjang dan matang, banyak berdoa
aku akhirnya ikhlas menjalani pekerjaan ini, memanfaatkan kesempatan ini, membulatkan tekad sebagai tulang punggung harapan keluarga, dan aku kembali ke rutinitas yang ada, menghapus cita-cita yang membabi buta, berkonsentrasi mengembangkan diri, mengambil kesempatan belajar yang ada, menyehatkan tubuh yang agak sering drop, dan juga pulang ke rumah (alias berhenti ngekos
) Banyak yang tanya, "kenapa ngekos di xxxxx, sedangkan rumah di xxxxx?" ada beberapa pertimbangan, bahwa aku ga akan merepotkan orang tua, aku bisa menghemat transportasi, aku bisa lembur tanpa menguatirkan keluarga, aku bisa menanggung semua beban sendiri tanpa merisaukan orang rumah.
Nah, balik lagi ke jodohku yang satu ini. Kenapa aku bilang jodoh, karena ketika aku menetapkan diri untuk menjalaninya, perlahan kehidupanku membaik, pekerjaan semakin menyesuaikan (kadang terasa menyenangkan juga), peluang semakin terbuka, hati semakin mudah ditenangkan walau dalam tekanan, ibadah pun semakin ingin aku jalankan, dan pikiran semakin positif. Pertanyaan yang terlontar di suatu hari, "Nilam kan di ABCD cuma nyari duit
" hm.. kalau saja aku ngincernya duit, mungkin aku sudah ga di sana dari sejak awal
aku ga akan rela berdiam di sana ketika aku merasa ga mendapatkan hal X tersebut, aku sudah menghilang dari pekerjaan yang ada itu, cukup menyelesaikan kontrak yang ada...
Yah... setelah kupikir, mungkin ini jodoh yang Tuhan kasih... apapun doa yang kuminta mengenai lowongan lain, sepertinya digagalkan atau dibuatNya aku menggagalkannya. Mungkin Ia tahu, ini yang terbaik. Entah sampai kapan berjodoh, tapi semoga aku bisa menjalani amanah dengan benar... Well, mencari pekerjaan seperti mencari jodoh pasangan hidup bukan?! melamar sana-sini... mencari yang cocok... sampai akhirnya menjadi karyawan tetap.. jadi ga salah kalau aku bilang pekerjaan itu bukan saja rejeki, tapi jodoh bukan?! he he he....