
Dulu pertama kali aku bertemu, menginjakkan kaki di gedung itu, aku cuma merasa hanya sebagian kecil keinginanku untuk bekerja di sana. Toh, belum tentu di situ takdirku melangkah. Satu gedung yang besar, mewah, seolah berada di negara tetangga yang terkenal akan kerapihan kotanya.. Bahkan aku masih ingat bahwa ada satu teman yang nyeletuk, "enak kali ya kerja di sini.."


Saat itu pun aku rasa tidak ada salahnya magang di sana, walau lamaranku tidak digubris





Di satu hari, aku mencari lowongan di internet seperti biasanya, sampai aku menemukan satu nama ABCD (bukan nama sebenarnya

Aku pun agak ga sabaran dengan status gantung

Di saat wawancara, aku sama sekali ga mengerti mengenai tunjangan, bonus, atau apapun yang mereka bicarakan itu, yang kupikir toh ga akan didapat karyawan baru.. Masalah gaji pun, separuh lebih dikit dari gaji yang kudapat di kerjaan sebelumnya. Waduh, hidup makin berat, pendapatan makin sedikit, pikirku..



Pertanyaan-pertanyaan pun mengalir, "kenapa ABCD? ga perusahaan lain?" seolah aku di sana karena materi yang kukejar. Jujur, tidak sepenuhnya benar. Toh, setahun pertama aku sampai perlu mencari uang tambahan, mencari lowongan guru privat untuk menutup kebutuhan harian, bahkan beberapa rekan baru yang sefakultas denganku, job desk yang sama tapi gajinya lebih besar, aku tidak mempermasalahkannya. That's normal and not a big deal. Masing-masing orang, masing-masing rejeki... Aku terima seadanya, dengan tetap berpikir untuk menjadi dosen nantinya. Teteup....

Pertanyaan selanjutnya, "tau dari mana ada lowongan di sini?" seolah karena banyak senior fakultasku yang bekerja di sana, maka aku bisa dengan mudah masuk, aku bisa dengan mudah tau ada lowongan di sana. Padahal tahu pun aku tidak, bahwa ada beberapa orang senior yang berasal dari kampus yang sama.
Makin hari, aku tidak menemukan yang aku cari, hal yang aku tulis di kolom isian "yang diharapkan dalam bekerja di ABCD" waktu tes masuk pertama kali, sebut saja hal X. Aku tidak akan menulisnya, tapi aku tahu seseorang pasti mengingatnya, beliau yang juga berharap aku mendapatkannya. Maka aku mengajukan pengunduran diri, walau belum resmi, tapi sudah dibicarakan panjang lebar dengan manajemen minus direksi, rasanya sudah bulat ketika itu. Instansi memberiku waktu berpikir sekali lagi, pikir matang-matang. Sempat ketika berbicara mengenai hal itu, aku membendung air mata, tidak tega karena akan banyak tanggung jawab yang terlunta, tapi juga tidak merasa mendapatkan apa yang aku harap. Aku tidak membuatnya menjadi alasan ketika itu. Aku hanya bilang ingin cari pekerjaan yang lebih dekat dari rumah..




Nah, balik lagi ke jodohku yang satu ini. Kenapa aku bilang jodoh, karena ketika aku menetapkan diri untuk menjalaninya, perlahan kehidupanku membaik, pekerjaan semakin menyesuaikan (kadang terasa menyenangkan juga), peluang semakin terbuka, hati semakin mudah ditenangkan walau dalam tekanan, ibadah pun semakin ingin aku jalankan, dan pikiran semakin positif. Pertanyaan yang terlontar di suatu hari, "Nilam kan di ABCD cuma nyari duit



Yah... setelah kupikir, mungkin ini jodoh yang Tuhan kasih... apapun doa yang kuminta mengenai lowongan lain, sepertinya digagalkan atau dibuatNya aku menggagalkannya. Mungkin Ia tahu, ini yang terbaik. Entah sampai kapan berjodoh, tapi semoga aku bisa menjalani amanah dengan benar... Well, mencari pekerjaan seperti mencari jodoh pasangan hidup bukan?! melamar sana-sini... mencari yang cocok... sampai akhirnya menjadi karyawan tetap.. jadi ga salah kalau aku bilang pekerjaan itu bukan saja rejeki, tapi jodoh bukan?! he he he....

