Showing posts with label Reflection. Show all posts
Showing posts with label Reflection. Show all posts

Tuesday, May 19, 2015

Tentang Bubur Ayam dan Main Stream

Saya merasa yang akan saya share kali ini agak absurd. Tapi... sepertinya menarik, secara subyektif (happy)

Dari awal saya mengenal bubur ayam, ketika saya masih kecil, saya diajarkan untuk memakannya dengan mengaduk buburnya terlebih dahulu, agar bercampur dengan suwiran ayam, daun seledri, kecap, kuah kaldu, lada, kacang kedelai/tanah, dan bahkan dengan kerupuk dan sambal. Umm.. terdengar nikmat yah, bagi yang suka (happy) Tapi rasa itu malah membuatku merasa eneg. Anehnya hampir semua orang melakukan hal yang sama dan menikmatinya. Saya rasa bubur dan pernak-perniknya rasanya enak, lalu kenapa mencampur semuanya menjadikannya eneg untuk saya?! Saya memutuskan, memakan bubur ayam tanpa mengaduknya, dan saya malah menikmatinya. Masing-masing rasa dari ayam, kacang, kecap, lada, daun seledri, dan buburnya, lebih terasa di setiap suap buat saya. Kerenyahan kerupuknya membuat saya mengabaikan lembeknya bubur sehingga tidak eneg. Semua punya rasa, dan buat saya itu kaya... I have my own way to do it.

Sampai saat ini, setiap saya tanya ke teman-teman sekeliling saya, baik di kantor atau dimanapun, mereka masih mengaduknya, dan justru buat mereka itu lebih enak. Yang saya mau share, bukan tentang bagaimana makan bubur ayam agar bisa menikmatinya. TAPI... bagaimana kita mencari kenikmatan itu sendiri dengan cara kita sendiri tanpa harus menerima doktrin atau penanaman ide dari orang lain. Bagaimana.. jika kondisinya seperti ini: 
- Kita tidak pernah mengenal bubur ayam, namun kita disajikan makanan tersebut.
- Kita tidak diberitahukan cara memakannya. Hanya ada semangkuk bubur ayam, sendok, sepiring kecil kerupuk, dan tempat sambal.
- Kita tidak bisa bertanya ke siapapun bagaimana cara memakannya dan apa rasanya.
Apa yang Anda lakukan..? Silakan dibayangkan sendiri (happy)

Hmm.. Mungkin hidup kita terlalu sederhana, cara hidup diajarkan turun-temurun. Mungkin kita pun berpikir sederhana, melakukan yang orang lain umumnya lakukan agar hidup terasa mudah, tak perlu berpikir berbeda agar tak mendapat kesulitan. Kelihatannya mudah yah (happy)
Tapi, apa kita sadar, kita menjadi serupa dengan orang lain? Orang bilang bumi itu bulat, kita ikut.. Orang bilang bintang itu segilima dan punya lima sudut runcing, kita hayu... Kalau semua orang seperti itu, ga akan ada ilmu bumi yang menunjukkan bentuk bumi pepat di kedua kutubnya.. ga akan ada ilmu astronomi dan para astronot..

And that's the point. Saya bukan orang yang membenci main stream.. Tapi saya orang yang suka curiga, semakin suatu hal menjadi main stream, semakin saya curiga apa itu satu-satunya stream (arus)..? Ga ada cara lain yang lebih baik? Segitu desperate-nya kah kita mencari cara lain? Segitu tidak kreatif-nya kah manusia dicipta dengan akal pikiran yang diberkahi Tuhan? Well, I don't think so.

Di akhir post, saya mau menceritakan sesuatu yang bisa kita bayangkan masing-masing.
Di suatu desa, ada satu sungai yang lebarnya tidak terlalu lebar dantidak terlalu sempit. Airnya jernih dan arusnya lumayan kuat. Sungai ini mengalirkan air ke laut. Awalnya, banyak ikan yang melalui sungai itu, entah untuk migrasi atau mencari pasangan untuk musim kawin. Suatu masa, sungai itu sungguh patut dikasihani. Banyak pemburu ikan dan juga ibu-ibu mencuci pakaian dengan detergen berbahaya bagi makhluk sungai. Belum lagi, lumpurnya sudah makin menumpuk dan membuat sungai itu dangkal. 
Menurut Anda, apa yang sebaiknya ikan-ikan itu lakukan? Mencari arus lain? Karena ikan-ikan lain mulai beralih ke arus lain jadi sebaiknya diikuti saja? Atau karena sungai itu mulai dirasa tidak nyaman dan berbahaya, barulah mulai mencari arus lain? Bagaimana jika waktu hampir habis? Seperti halnya usia kita yang terbatas? Kenapa tidak dari dulu sewaktu sungai itu terasa nyaman? Kita mungkin bertanya, "Siapa yang tahu arus selain di sana tidak berbahaya?" Tapi bagaimana jika sebaliknya, "Siapa yang tahu arus selain di sana justru jauh dari habitat manusia, masih alami, dan jauh lebih aman untuk dilalui..?"

Monday, September 29, 2014

Newspaper's Clipping That Slaps Me

Hmm.. Start from where.. thinking This changed me 180 degrees from my early thought of people.

In the time I was in high school, there's an assignment, in group, to made newspaper's clipping about some topic that I can't remember. Well it was long time ago.. I'm a person who can't easily trust anybody, my parent has taught me since I was a kid. With this group consisted of people I didn't know better, of course I had no trust about them, and also knew nothing about them.

We had 2 weeks to finish this assignment. There's no discussion about who's the leader, what would we do first, where we could do our assignment together, when, etc. It was all in silent until 1st week passed. I am a person who get used to this all... the time, in many group assignment and I am sick of it. I gathered many newspapers since first day I got this assignment, ALONE. I was waiting for the others paper / clip. I wished they realize their own job and try to cooperate. Yes... COOPERATE. Three days to go.. nothing happened except one guy gave me a lot of newspaper.surprise Are they nuts?!

I was a person who hardly argue and often choose to keep quiet, at that time. I took the newspaper home, collected the news we need, cut that one by one, glued the clips in HVS, and binded it into a nice clipping, ALONE, helped by my mother who sadly saw me in that condition. I did this till 2 AM in the same day my group should submit the assignment.

I remember her words, "Kamu lebih tega ngeliat Mama ngerjain gini sampe malem dibanding ngeliat temen-temen kamu," (You could see me doing these things until late rather than your friends. How could you?!). And... My heart was broken. I had no idea why I did that..

Many things I learn since that day..:
- Learn to trust people, including friend. They also human, like me, have weakness, have strength. Everybody is SPECIAL with his/her own way.
- Do SPEAK! Try to talk about this, group assignment should be done together... not alone.
- No hard feelings.. no negative thinking.. no assumption.. BE OBJECTIVE
- Cooperating even can break the wall... It has POWER.
- Just be SINCERE. It doesn't matter you get your payback or not.. We'll get it somehow in the other form. Trust me.. That's the way it is..

Yes I am still the person who hardly trust people, but I am now easily learn to trust people, because I also want to be trusted. I put other's trust in the highest place.. I was betrayed many times, then what.. I can't generalize all people in my own frame, subjectively.

That's what I learned. Hopefully useful for people who read this..happy
I am still memorizing it till now.

Friday, March 02, 2012

Why Me ??

Hmm.. kali ini aku coba untuk sharing hal lain yang kadang sering terjadi pada kita.. "Why Me?", pertanyaan yang sering kali kita pertanyakan ke diri kita waktu kita mengalami hal yang tidak kita inginkan. Entah itu penyakit, musibah, dan hal lainnya.

Di saat kita melihat di sekeliling kita semuanya berjalan normal dan cuma kita seorang yang mengalami hal berbeda yang tidak kita suka, maka kita terus bertanya, "kenapa saya..?", dan mulai berspekulasi, saya salah apa, saya berbuat apa sehingga akibatnya seperti ini, dan seterusnya. Cape ga sih? tentu.. (whew!) Begitu juga pihak-pihak yang kita kasih pertanyaan.. Bukan itu yang ingin mereka lihat (jika mereka orang baik (big grin)).

Waktu kita akan habis cuma untuk mempertanyakan "Why Me?" dan mencari jawaban. Terus gimana? Kenapa tidak kita coba terima hal itu? Kenapa kita tidak coba terima bahwa kita berbeda dengan orang lain.. Apa yang kita alami bisa jadi tidak mampu orang lain hadapi. Dan percaya bahwa suatu hal terjadi pasti ada hikmahnya. Mungkin kita tidak akan memperoleh jawabannya sekarang, atau selamanya, tapi kita dapat merasakan akibat positifnya jika kita mau.

Orang buta pun dibuat tidak melihat pasti ada hikmahnya. Tidak perlu ia melihat banyak hal buruk di dunia (walau banyak hal indah juga di dunia..). Selain itu, orang buta tidak sendirian. Ada beberapa orang di dunia ini mengalami hal sama. Hanya karena sekelilingnya bisa melihat, bukan berarti hidupnya orang buta jadi sia-sia, penuh kekurangan. Siapa yang tau apa saja kelebihannya.. (I don't know)

Jadi.. hentikan bertanya, jalani saja. Hidup hanya sekali dan banyak waktu akan terbuang dengan hanya memaksakan diri menemukan jawabannya. Aku juga sedang melakukannya. Mari sama-sama..... (big hug)

Saturday, July 03, 2010

Keingintahuan Manusia

Aku sempat berpikir bahwa manusia yang selalu ingin tahu itu annoying (yawn) "kenapa", "apa", "kapan", "emang bener", "siapa tuh", dan seterusnya... Bahkan kadang merasa bersalah kalau aku yang menjadi orang itu terhadap orang sekitar, walaupun niatnya secara tidak sadar karena semata aku peduli. (big grin)

Tapi tanpa disadari.. (thinking) setiap orang memang punya rasa ingin tahu yang besar, yang memang mendarah-daging, yah.. namanya orang hidup. Suatu proses pembelajaran dalam hidup, yang secara harafiah berarti dari tidak tahu menjadi tahu. Belajar kan ga hanya urusan akademik (cowboy)

Keingintahuan pun bisa menjerumuskan ke dalam kesalahan, seperti keingintahuan orang akan sesuatu, kadang malah menyeret orang untuk terjun mencoba sesuatu tersebut. Tapi menurutku itu keingintahuan yang tidak dengan hati, tapi dengan hasrat sesaat. Mengatasnamakan keingintahuan.. atau belajar... selanjutnya membenarkan diri untuk melakukan hal tersebut (no talking)

Sebenernya yang mau ku-share lebih ke apa yang kualami belakangan ini. Seperti halnya temanku, aku punya rasa keingintahuan yang membuatku mencari info sebenar-benarnya dari media apapun yang aku bisa raih, entah orang, lokasi, internet, dan lainnya. Untuk satu hal yang membuatku bertanya-tanya apa yang sedang aku alami itu baik atau tidak, aku sempat mencari info secukupnya. Tapi ternyata itu tidak cukup dan tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan di kepalaku dan risaunya hati (nail biting) Aku sempat putus asa, banyak doa dipanjat agar aku tahu apa jawaban atas pertanyaan dan keresahan dan apa keputusan terbaik yang harus diambil. Sampai suatu saat, aku melihat ada suatu chance untuk aku bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan ke satu orang, yang tahu benar jawaban yang kupertanyakan. Dan akhirnya, terjawab semua dengan baik dan tanpa harus memalukan (laughing)
Dan ketika satu keingintahuan berakhir dengan menenangkan, satu keingintahuan lain muncul. Aku sempat bertanya-tanya, tapi kali ini tanpa kerisauan, walau aku sendiri belum tau kebenaran dan jawaban yang nanti diberikan-Nya lagi atas pertanyaan hamba-Nya yang terlalu mudah risau ini (smug) Sudah terjawab 40%.. sisanya mungkin akan diberikan-Nya secara berkala, Amin.

Istilah kata, keingintahuan bukan sesuatu yang salah. Asalkan bukan hanya hasrat sesaat dan cuma memuaskan nafsu (banyak kan orang membicarakan orang lain untuk memuaskan nafsunya agar merasa sebagai orang benar). Juga dengan kadar yang cukup, dan dengan kesadaran bahwa ada Yang Maha Tahu, lalu kenapa ga menanyakan kepadaNya jika memang belum terjawab..? (praying) Semoga semua pertanyaan kita dijawabNya... Wallahu'alam bishawab (Allah Maha Tahu segala kebenaran) (happy)

Saturday, April 24, 2010

Appreciation

Apresiasi. Ya, itu yang aku pernah harapkan dari setiap hal. Including on my on-site fill in resume. Tapi untuk kebalikannya pun aku ga kaget untuk menghadapinya, mulai terbiasa, get used to it.
Aku bisa mencari bentuk apresiasi dari banyak hal; ga dapet dalam bentuk a, maka aku bisa mencari dalam bentuk b. That's not a big matter.
Mungkin mulanya mengagetkan, I didn't get any credit for the things done that should be, but in any other side, I got a little attention that makes me relieved. That's what I mean.
Just as simple as "wah pulang malem lagi, lam. Nanti ya lam, kapan-kapan bisa pulang cepet...", "tadi malem kenapa lam, kok bisa gitu (keadaannya)??" that came out from a friend that sympathize me even not from the ones who never recognize what I'm dealing about. Buat mereka, ga ada harganya, dan ga akan ada harganya. Tapi perhatian yang diberikan temanku itu, sesimple apapun, itu melegakan... Terima kasih, terima kasih sekali! dan semacam energizer yang bertahan lebih lama melebihi materi ataupun hal lainnya. Keesokannya, dan keesokannya, aku ga mempermasalahkan semua itu. Itu contoh. Bisa terjadi dalam kondisi lainnya..

Belajar. Dari tahun ke tahun, aku ngerti bahwa apresiasi bukan sesuatu yang harus dituntut atau diminta, tapi cuma digunakan sebagai motivator. Aku ingin begini, maka aku harus begitu. Ketika aku menjalankan begitu, jika begini tidak terjadi, maka itu semua bukan masalah lagi. Karena begitu itu telah aku jalankan. Ga cuma dalam keluarga, relationship, tapi juga dalam pendidikan, pekerjaan, atau hal lain yang aku lakukan.
Misalnya, aku ingin dapat A, maka aku harus belajar. Ketika aku menjalankan belajar, jika aku ga dapat A, maka itu semua bukan masalah lagi. Karena aku telah belajar. apresiasi bisa kucari dari hal lain, untuk contoh ini, aku jadi tahu dari yang tadinya tidak tahu, hakikat dari belajar. Atau dalam relasi, aku ingin diperhatikan, maka aku harus memberi perhatian. Ketika aku memberi perhatian, jika aku pun tidak diperhatikan, maka itu semua bukan masalah lagi. Karena aku sudah memberi perhatian. Apresiasi lainnya, aku menjadi mengenal dari yang tadinya aku tidak mengenal. We can find other kind of appretiation. Kalau ga ketemu juga, kucari jalan lain.

Thanks for a person that wakes me up. Thanks God to let us meet again in other condition. Thanks to make me understand for decades. Well that's one sort of ikhlas for me. Seperti halnya tangan yang memberi, kita ga bisa menuntut agar apa yang kita berikan menjadi suatu hal atau orang yang kita berikan berterima kasih atas pemberian kita. Semakin kita menuntut untuk itu, semakin menyusahkan hati dan diri sendiri. Just give the bestest, then that's enough for me.

Sunday, February 07, 2010

Cari Kerja itu "SUSAH"

Berawal dari kemarin pagi.. aku berangkat naik bus Patas AC dengan ongkos seharga Rp. 6,000.- Pagi itu, bus penuh sekali, memang aneh kalau hari Sabtu pagi, bus AC bisa penuh seperti hari kerja.
Setelah aku duduk, ada 2 orang yang kukira pengamen bus. Satu orang berdiri di tengah bus memegang Ukulele dan temannya berdiri di belakang. Aku duduk di bagian pinggir barisan dua kursi di tengah bus. Si Pengamen yang berdiri di tengah mulai berorasi mengenai rasa laparnya, keinginannya atas beberapa Rupiah agar diberikan kepadanya, keadaan mereka bahwa mereka bukan binatang tapi manusia yang lapar, lagi-lagi lapar, lapar, dan lapar yang ditekankan. Lalu, temannya yang berdiri di belakang maju ke tengah, mereka bertukar tempat. Temannya ini mulai membuka silet terbungkus, yang tinggal separuh potongan, lalu memotong-motong kertas (thinking) Ia seperti menekankan bahwa yang ia pegang adalah benda tajam, sambil memotong-motong kertas menjadi serpihan-serpihan kecil (straight face) Kemudian, ia menekankan lagi, karena lapar, lapar, dan lapar, ia langsung memasukkan sepotong silet itu ke mulut dan mengunyahnya (worried) Waduh... main berat nih (raised eyebrows)

Kebanyakan penumpang yang wanita, seperti agak ngeri dan akhirnya mengeluarkan receh, bukan koin (Rp. 500) tapi selembar Rp. 1,000. Banyak sekali yang didapat di genggaman orang itu dengan menyebar rasa intimidasi seperti itu. Aku sebenarnya pun sedikit cemas, karena posisi dudukku pun di pinggir. Bukan sulit kalau ternyata siletnya ia gunakan untuk mengancam jika penumpang tidak memberinya uang. Dalam hati cuma Bismillah dan tenang, lalu seperti biasa aku menunduk (seolah minta maaf) karena tidak memberi receh. Well, tidak ada ancaman hari itu (whew!) Yang bikin aku heran, lalu gitar kecilnya untuk apa? Karena setelah itu pun mereka ga mengamen, tapi turun dari bus (no talking)

Pikir punya pikir, beberapa minggu lalu di hari meninggalnya nenek, aku banyak bertemu kerabat, dan beberapa dari mereka masih tidak bekerja. Kesannya, menunggu adanya peluang. Bukan cuma mereka, banyak orang-orang sekeliling rumah yang juga belum bekerja dengan mengeluh, "cari kerjaan susah.."

Sebenarnya, kalau saja aku orangnya tega, mungkin aku akan bilang, "cari kerjaan itu ga susah, yang susah cari kerjaan yang enak! cari kerjaan yang nyaman.. itu yang susah." (big grin) "Ga bisa cari kerjaan" itu salah, yang bener "ga mau cari kerjaan" alias males, atau memang "belum rejekinya..."

Ada 2 hal yang inspiratif buatku:

Pertama, dari kecil aku uda makan didikan, "ga ada yang ga bisa. Jangan bilang ga bisa." Mungkin dulu rasanya kejam, semua harus bisa. Tapi sejak aku kuliah, aku mulai melihat dari sisi lain, bukan lagi "jangan", tapi apa si makna "ga bisa". Aku pernah sampaikan ke teman-teman milis, yang bener itu.. "ga mau" atau "keadaan / Tuhan berkehendak lain" karena yang bisa mengubah keadaan yah cuma Yang Maha Segalanya. Istilahnya, asal ada kemauan, ada jalan.

Kedua, my roommate. Dia pernah bilang kira-kira seperti ini, "sebenarnya ga ada yang sulit, yang sulit itu hanya di pikiran kita." Dan itu membekas banget! Jadi, semua tergantung kita, mau mempersulit, atau mempermudah. Uda jadi susah, jangan merasa susah, nanti tambah susah! (big grin)

Mengatakan itu semua, mungkin teman-teman bisa bilang, "ngomong gampang.. wong idupnya senang.." Hm.. aku bisa membenarkannya, menerimanya, memang senang, karena aku sendiri yang berpikir untuk senang. Kalau menangis itu tidak membuang waktu, apalagi bisa memberikan nasi dan lauk-pauk setiap hari, mungkin aku sudah menangisi nasib berhari-hari. Bukan gampang melalui banyak hal. Bukan senang hidup hanya dari berhutang dan sudah ngekos di umur 10 tahun. Bukan bahagia kehilangan saudara sekandung karena sudah nasib berkeluarga dengan para pengejar materi dunia. Bukan ceria sebagai anak mendengar pahitnya hidup orang tua. Banyak lagi yang saudara rasa, saya juga rasa, bahkan lebih, atau bisa juga kurang, dan bukan perbandingan yang mau kubahas di sini.

Kembali ke masalah kerjaan, aku pernah ke McD dan bertanya dalam hati, sepertinya kriteria waitress/waiter di sana ga susah. Begitu juga Dunkin Donuts, penjaga buku Gramedia, Sales, kurir, pedagang, dan lainnya. Lalu bagian mana yang "susah"? Susah cari gaji besar? Ga ada uang turun dari langit tanpa kerja keras. Susah cari kursi empuk di meja kantor? Jangan salah persepsi bahwa pedagang nasi rames penghasilannya jauh lebih besar dari orang kantoran. Atau apa lagi? (thinking)

Ga ada niatku untuk menasihati, tapi percaya deh, aku pun mengalami, bahwa kesempatan itu dicari, bukan ditunggu... Untuk mencari kesempatan pun perlu niat dan usaha, juga do'a. Itu semua, terserah padamu kawan (wave) Gunakan waktu selagi ada, kawan.. Toh kalau memang untuk makan harus mencari uang, maka bekerja jalan keluarnya. Bekerja ada banyak arti, silakan artikan masing-masing. Bisa memanfaatkan pikiran, atau menggunakan otot. Jika di jalan benar, hati tenang.. jika di jalan salah, hati resah.. itu pilihan kita masing-masing. Semoga sukses (happy)

Sunday, December 20, 2009

Never been Enough

Udah lama sekali ga nulis (tongue) Mungkin kali ini aku mau share sesuatu yang sering atau selalu kita rasa sebagai manusia, "ga pernah cukup" atau "never been enough". Ga pernah merasa kenyang, merasa puas, merasa cukup. Mungkin satu cerita seperti ini... Mungkin cuma rekayasa, tapi setidaknya bisa jadi pelajaran...


Satu hari, A berdoa, "Tuhan, aku ingin lulus kuliah, karena dengan begitu aku bisa dapet kerjaan.." (praying)
Beberapa tahun kemudian, mendekati kelulusan, "Tuhan, aku ingin bisa dapet cum laude, biar bisa gampang ngelamar kerja." (praying)
Setelah lulus dan mendapat cum laude, "Tuhan, aku mau dapet kerjaan yang gajinya gede, biar bisa beli apa aja yang kumau." (praying)
Setelah dapet kerjaan yang gajinya gede, "Tuhan, aku mau bisa diterima oleh lingkungan kerja... kok rasanya ga nyaman banget yah... padahal gajinya gede, masa mesti keluar cari kerjaan laen sii...." (praying)
Setelah beberapa masa, A mulai diterima lingkungan kerjanya, "Tuhan, aku mau jadi atasan dong.. kan enak punya bawahan, gajinya juga lebih gede... dann jadi aku bisa punya kendaraan pribadi. Jadi hemat ongkos..." (praying)
Setelah menjadi atasan dan bisa membeli kendaraan motor seadanya, "Tuhan, naik motor cape.... aku mohon supaya aku bisa beli mobil... jadi ga pegel dan ga kena knalpot..." (praying)
Setelah bisa beli mobil, "Tuhan, mobilnya ga nyaman banget, kursinya ga empuk, nge-gasnya juga berat... aku pengen bisa beli mobil mahal, e-class gitu... kata banyak teman-teman kerjaku, enak tuh" (praying)
Setelah bisa beli mobil mahal dan nyaman, "Tuhan, ternyata pegel juga yah nyetir sendiri, pengen deh naik jabatan lagi, siapa tau bisa ngegaji supir juga..." (praying) terus dan terus dan terus... berkutat dengan materi, hasrat, nafsu, dan konco-konconya.

Aku pun sebagai manusia kadang juga meminta... seperti, "Tuhan, aku pengen banget mataku sembuh, biar ga perlu pake kacamata tebel lagi.." atau "Tuhan, aku pengen bisa dapat kerjaan setelah lulus.." Rasanya memang wajar sebagai manusia, tapi kok rasanya ga enak hati... mintaaaaaaa.... terus (d'oh) Karena kadang, apa yang kita ga minta, dikasih... (thinking) Kebayang kalau kita ga punya kasur untuk tidur, ga punya baju ganti untuk esok hari, ga punya uang untuk beli makan, ga punya paru-paru yang sehat untuk bernapas, berapa banyak permintaan yang keluar dari mulut kita...?? (confused) bisa dower deh minta mulu... (laughing)

Mungkin aku cuma pengen intro-speksi, melihat ke diri, dan pengen juga ngajak teman semua buat melihat ke diri sendiri. Seberapa banyak yang sudah kita lakukan untukNya, dan seikhlas apa, dibandingkan dengan seberapa banyak yang sudah kita mintakan kepadaNya, dan semaksa apa. Iya, semaksa, seperti "Tuhan, kok sampai sekarang saya masih ga punya anak? temen-temen yang sudah nikah, cepet kok punya anak.", "Tuhan, kok aku ga dapet-dapet kerjaan yah? padahal aku ga lebih bego dari temenku yang uda dapet kerja.", atau "Tuhan, kenapa di saat aku kesulitan, kok ga ada sama sekali petunjuk atau bantuan dariMu?" dan masih banyak lagi.

Aku pernah dapat pengajaran kira-kira seperti ini... :
Saat itu, ada badai hebat yang menyerang desa. Seorang guru ngaji lari ke daratan yang paling tinggi, sampai rumah-rumah sekelilingnya telah terendam banjir. Ketika itu, si guru berdoa, "Tuhan tolong selamatkan nyawaku.." (praying) Semakin lama, ketinggian air terus meningkat. Daratan yang bisa dipijak si guru juga semakin sempit. (waiting) Lalu tiba-tiba ada penduduk yang memiliki perahu karet. Ia mendekati si guru, "Pak Ustadz, ayo naik.." Lalu ia bilang, "Tidak, aku sedang menunggu pertolongan dari Tuhanku." (no talking) Akhirnya si penduduk itu meninggalkan guru itu.
Doa diucapkan lagi, "Tuhan... airnya sudah semakin tinggi... tolong selamatkan aku... " (praying) (nail biting) Tiba-tiba ada suara helikopter. Ternyata SAR. Petugas SAR mendekat dan meminta si guru untuk naik. Tapi si guru menolak mentah-mentah, bahkan tidak mau dipaksa oleh si petugas SAR. (no talking) Maka, petugas SAR pun berlalu untuk menyelamatkan orang-orang lain yang masih bisa terselamatkan.
Si guru berdoa lagi, "Tuhan... tolong aku.... kakiku sudah menyentuh air... dan gelombangnya juga semakin kencang..." (praying) (at wits' end) Lalu ada sebalok kayu pohon yang terombang-ambing mendekati si guru. Walau si guru bisa menggunakannya untuk mengambang dengan kayu itu, ia tetap tidak mau menjangkaunya. Ia tetap diam di tanah yang ia injak. (no talking)
Si guru benar-benar kecewa, "Tuhaannnnnnnn.... kenapa Engkau tega... dengan segitu banyak ibadah yang aku lakukan... kenapa Engkau tidak menolongku... air sudah mencapai pinggangku Tuhan... aku tidak mau mati.." (crying) dan Tuhan menjawab, "Aku sudah memberimu bermacam pertolongan, Aku mendengar doamu, tapi semua jawabanKu tidak kauhargai..."

Hmf... rasanya banyak sekali permintaan yang terucap, sampe-sampe terasa sungkan, karena semua yang kita butuh, yang kita akan minta, sudah diketahui duluan, namanya juga Maha Tahu... (tongue) karena itu, seringkali rasanya cukup dengan berdoa,
Tuhan, maafkan atas segala kemanusiaanku.. (karena yang membuat kita berbuat salah, kemanusiaan kita.
Mohon berikan hamba petunjukMu dan berikan hamba pengertian untuk memahami petunjukMu.. (karena tanpa ada pengertian, mau dikasi petunjuk berapa kali, juga kaga bakalan ngerti-ngerti..)
Berikan hamba kekuatan atas segala cobaan dan masalah yang terjadi.. (karena setiap orang pasti dicoba, jadi percuma minta "Tuhan, hindarkan hamba dari cobaan", setiap orang pasti punya masalah.. jadi lebih baik dikuatkan aja deh, hehehe)
Amin

Dan bahkan segala yang kita butuhkan sudah terucap saat shalat... Seperti halnya sikat gigi, kebanyakan dari kita menyikat gigi hanya agar gigi harum dan terasa bersih, seperti mandi. Tapi kalau saja kita sikat gigi secara menyeluruh, sampai mengenai gusi, mulut bagian dalam, dan disikat dengan arah yang benar, bukan saja harum, tapi bener-bener bersih, dan sehat, tahan terhadap kuman penyakit. Pokoknya jadi top markotop! (thumbs up) Shalat juga begitu, rasanya akan beda kalau dilakukan sepenuh hati. Begitu bukan.. bukan begitu?? (big grin) walau kadang aku juga susah banget belajar untuk sepenuh hati.. balik lagi, karena kemanusiaan / human being.

Yah.. aku juga bukan manusia yang sempurna, jauhhhhh banget dari sempurna. Tapi mengutip dari kata seorang Ustadz, "Give Him the best that you can, and He will give you the best that He can" indah banget yah... (happy) maka semua yang kita punya rasanya ga ada artinya lagi selain ridhoNya. That will be enough. It will be always enough. It'd be never felt that it never been enough...

nyok shalat bentar...