Sunday, February 07, 2010

Cari Kerja itu "SUSAH"

Berawal dari kemarin pagi.. aku berangkat naik bus Patas AC dengan ongkos seharga Rp. 6,000.- Pagi itu, bus penuh sekali, memang aneh kalau hari Sabtu pagi, bus AC bisa penuh seperti hari kerja.
Setelah aku duduk, ada 2 orang yang kukira pengamen bus. Satu orang berdiri di tengah bus memegang Ukulele dan temannya berdiri di belakang. Aku duduk di bagian pinggir barisan dua kursi di tengah bus. Si Pengamen yang berdiri di tengah mulai berorasi mengenai rasa laparnya, keinginannya atas beberapa Rupiah agar diberikan kepadanya, keadaan mereka bahwa mereka bukan binatang tapi manusia yang lapar, lagi-lagi lapar, lapar, dan lapar yang ditekankan. Lalu, temannya yang berdiri di belakang maju ke tengah, mereka bertukar tempat. Temannya ini mulai membuka silet terbungkus, yang tinggal separuh potongan, lalu memotong-motong kertas (thinking) Ia seperti menekankan bahwa yang ia pegang adalah benda tajam, sambil memotong-motong kertas menjadi serpihan-serpihan kecil (straight face) Kemudian, ia menekankan lagi, karena lapar, lapar, dan lapar, ia langsung memasukkan sepotong silet itu ke mulut dan mengunyahnya (worried) Waduh... main berat nih (raised eyebrows)

Kebanyakan penumpang yang wanita, seperti agak ngeri dan akhirnya mengeluarkan receh, bukan koin (Rp. 500) tapi selembar Rp. 1,000. Banyak sekali yang didapat di genggaman orang itu dengan menyebar rasa intimidasi seperti itu. Aku sebenarnya pun sedikit cemas, karena posisi dudukku pun di pinggir. Bukan sulit kalau ternyata siletnya ia gunakan untuk mengancam jika penumpang tidak memberinya uang. Dalam hati cuma Bismillah dan tenang, lalu seperti biasa aku menunduk (seolah minta maaf) karena tidak memberi receh. Well, tidak ada ancaman hari itu (whew!) Yang bikin aku heran, lalu gitar kecilnya untuk apa? Karena setelah itu pun mereka ga mengamen, tapi turun dari bus (no talking)

Pikir punya pikir, beberapa minggu lalu di hari meninggalnya nenek, aku banyak bertemu kerabat, dan beberapa dari mereka masih tidak bekerja. Kesannya, menunggu adanya peluang. Bukan cuma mereka, banyak orang-orang sekeliling rumah yang juga belum bekerja dengan mengeluh, "cari kerjaan susah.."

Sebenarnya, kalau saja aku orangnya tega, mungkin aku akan bilang, "cari kerjaan itu ga susah, yang susah cari kerjaan yang enak! cari kerjaan yang nyaman.. itu yang susah." (big grin) "Ga bisa cari kerjaan" itu salah, yang bener "ga mau cari kerjaan" alias males, atau memang "belum rejekinya..."

Ada 2 hal yang inspiratif buatku:

Pertama, dari kecil aku uda makan didikan, "ga ada yang ga bisa. Jangan bilang ga bisa." Mungkin dulu rasanya kejam, semua harus bisa. Tapi sejak aku kuliah, aku mulai melihat dari sisi lain, bukan lagi "jangan", tapi apa si makna "ga bisa". Aku pernah sampaikan ke teman-teman milis, yang bener itu.. "ga mau" atau "keadaan / Tuhan berkehendak lain" karena yang bisa mengubah keadaan yah cuma Yang Maha Segalanya. Istilahnya, asal ada kemauan, ada jalan.

Kedua, my roommate. Dia pernah bilang kira-kira seperti ini, "sebenarnya ga ada yang sulit, yang sulit itu hanya di pikiran kita." Dan itu membekas banget! Jadi, semua tergantung kita, mau mempersulit, atau mempermudah. Uda jadi susah, jangan merasa susah, nanti tambah susah! (big grin)

Mengatakan itu semua, mungkin teman-teman bisa bilang, "ngomong gampang.. wong idupnya senang.." Hm.. aku bisa membenarkannya, menerimanya, memang senang, karena aku sendiri yang berpikir untuk senang. Kalau menangis itu tidak membuang waktu, apalagi bisa memberikan nasi dan lauk-pauk setiap hari, mungkin aku sudah menangisi nasib berhari-hari. Bukan gampang melalui banyak hal. Bukan senang hidup hanya dari berhutang dan sudah ngekos di umur 10 tahun. Bukan bahagia kehilangan saudara sekandung karena sudah nasib berkeluarga dengan para pengejar materi dunia. Bukan ceria sebagai anak mendengar pahitnya hidup orang tua. Banyak lagi yang saudara rasa, saya juga rasa, bahkan lebih, atau bisa juga kurang, dan bukan perbandingan yang mau kubahas di sini.

Kembali ke masalah kerjaan, aku pernah ke McD dan bertanya dalam hati, sepertinya kriteria waitress/waiter di sana ga susah. Begitu juga Dunkin Donuts, penjaga buku Gramedia, Sales, kurir, pedagang, dan lainnya. Lalu bagian mana yang "susah"? Susah cari gaji besar? Ga ada uang turun dari langit tanpa kerja keras. Susah cari kursi empuk di meja kantor? Jangan salah persepsi bahwa pedagang nasi rames penghasilannya jauh lebih besar dari orang kantoran. Atau apa lagi? (thinking)

Ga ada niatku untuk menasihati, tapi percaya deh, aku pun mengalami, bahwa kesempatan itu dicari, bukan ditunggu... Untuk mencari kesempatan pun perlu niat dan usaha, juga do'a. Itu semua, terserah padamu kawan (wave) Gunakan waktu selagi ada, kawan.. Toh kalau memang untuk makan harus mencari uang, maka bekerja jalan keluarnya. Bekerja ada banyak arti, silakan artikan masing-masing. Bisa memanfaatkan pikiran, atau menggunakan otot. Jika di jalan benar, hati tenang.. jika di jalan salah, hati resah.. itu pilihan kita masing-masing. Semoga sukses (happy)

Sunday, December 20, 2009

Never been Enough

Udah lama sekali ga nulis (tongue) Mungkin kali ini aku mau share sesuatu yang sering atau selalu kita rasa sebagai manusia, "ga pernah cukup" atau "never been enough". Ga pernah merasa kenyang, merasa puas, merasa cukup. Mungkin satu cerita seperti ini... Mungkin cuma rekayasa, tapi setidaknya bisa jadi pelajaran...


Satu hari, A berdoa, "Tuhan, aku ingin lulus kuliah, karena dengan begitu aku bisa dapet kerjaan.." (praying)
Beberapa tahun kemudian, mendekati kelulusan, "Tuhan, aku ingin bisa dapet cum laude, biar bisa gampang ngelamar kerja." (praying)
Setelah lulus dan mendapat cum laude, "Tuhan, aku mau dapet kerjaan yang gajinya gede, biar bisa beli apa aja yang kumau." (praying)
Setelah dapet kerjaan yang gajinya gede, "Tuhan, aku mau bisa diterima oleh lingkungan kerja... kok rasanya ga nyaman banget yah... padahal gajinya gede, masa mesti keluar cari kerjaan laen sii...." (praying)
Setelah beberapa masa, A mulai diterima lingkungan kerjanya, "Tuhan, aku mau jadi atasan dong.. kan enak punya bawahan, gajinya juga lebih gede... dann jadi aku bisa punya kendaraan pribadi. Jadi hemat ongkos..." (praying)
Setelah menjadi atasan dan bisa membeli kendaraan motor seadanya, "Tuhan, naik motor cape.... aku mohon supaya aku bisa beli mobil... jadi ga pegel dan ga kena knalpot..." (praying)
Setelah bisa beli mobil, "Tuhan, mobilnya ga nyaman banget, kursinya ga empuk, nge-gasnya juga berat... aku pengen bisa beli mobil mahal, e-class gitu... kata banyak teman-teman kerjaku, enak tuh" (praying)
Setelah bisa beli mobil mahal dan nyaman, "Tuhan, ternyata pegel juga yah nyetir sendiri, pengen deh naik jabatan lagi, siapa tau bisa ngegaji supir juga..." (praying) terus dan terus dan terus... berkutat dengan materi, hasrat, nafsu, dan konco-konconya.

Aku pun sebagai manusia kadang juga meminta... seperti, "Tuhan, aku pengen banget mataku sembuh, biar ga perlu pake kacamata tebel lagi.." atau "Tuhan, aku pengen bisa dapat kerjaan setelah lulus.." Rasanya memang wajar sebagai manusia, tapi kok rasanya ga enak hati... mintaaaaaaa.... terus (d'oh) Karena kadang, apa yang kita ga minta, dikasih... (thinking) Kebayang kalau kita ga punya kasur untuk tidur, ga punya baju ganti untuk esok hari, ga punya uang untuk beli makan, ga punya paru-paru yang sehat untuk bernapas, berapa banyak permintaan yang keluar dari mulut kita...?? (confused) bisa dower deh minta mulu... (laughing)

Mungkin aku cuma pengen intro-speksi, melihat ke diri, dan pengen juga ngajak teman semua buat melihat ke diri sendiri. Seberapa banyak yang sudah kita lakukan untukNya, dan seikhlas apa, dibandingkan dengan seberapa banyak yang sudah kita mintakan kepadaNya, dan semaksa apa. Iya, semaksa, seperti "Tuhan, kok sampai sekarang saya masih ga punya anak? temen-temen yang sudah nikah, cepet kok punya anak.", "Tuhan, kok aku ga dapet-dapet kerjaan yah? padahal aku ga lebih bego dari temenku yang uda dapet kerja.", atau "Tuhan, kenapa di saat aku kesulitan, kok ga ada sama sekali petunjuk atau bantuan dariMu?" dan masih banyak lagi.

Aku pernah dapat pengajaran kira-kira seperti ini... :
Saat itu, ada badai hebat yang menyerang desa. Seorang guru ngaji lari ke daratan yang paling tinggi, sampai rumah-rumah sekelilingnya telah terendam banjir. Ketika itu, si guru berdoa, "Tuhan tolong selamatkan nyawaku.." (praying) Semakin lama, ketinggian air terus meningkat. Daratan yang bisa dipijak si guru juga semakin sempit. (waiting) Lalu tiba-tiba ada penduduk yang memiliki perahu karet. Ia mendekati si guru, "Pak Ustadz, ayo naik.." Lalu ia bilang, "Tidak, aku sedang menunggu pertolongan dari Tuhanku." (no talking) Akhirnya si penduduk itu meninggalkan guru itu.
Doa diucapkan lagi, "Tuhan... airnya sudah semakin tinggi... tolong selamatkan aku... " (praying) (nail biting) Tiba-tiba ada suara helikopter. Ternyata SAR. Petugas SAR mendekat dan meminta si guru untuk naik. Tapi si guru menolak mentah-mentah, bahkan tidak mau dipaksa oleh si petugas SAR. (no talking) Maka, petugas SAR pun berlalu untuk menyelamatkan orang-orang lain yang masih bisa terselamatkan.
Si guru berdoa lagi, "Tuhan... tolong aku.... kakiku sudah menyentuh air... dan gelombangnya juga semakin kencang..." (praying) (at wits' end) Lalu ada sebalok kayu pohon yang terombang-ambing mendekati si guru. Walau si guru bisa menggunakannya untuk mengambang dengan kayu itu, ia tetap tidak mau menjangkaunya. Ia tetap diam di tanah yang ia injak. (no talking)
Si guru benar-benar kecewa, "Tuhaannnnnnnn.... kenapa Engkau tega... dengan segitu banyak ibadah yang aku lakukan... kenapa Engkau tidak menolongku... air sudah mencapai pinggangku Tuhan... aku tidak mau mati.." (crying) dan Tuhan menjawab, "Aku sudah memberimu bermacam pertolongan, Aku mendengar doamu, tapi semua jawabanKu tidak kauhargai..."

Hmf... rasanya banyak sekali permintaan yang terucap, sampe-sampe terasa sungkan, karena semua yang kita butuh, yang kita akan minta, sudah diketahui duluan, namanya juga Maha Tahu... (tongue) karena itu, seringkali rasanya cukup dengan berdoa,
Tuhan, maafkan atas segala kemanusiaanku.. (karena yang membuat kita berbuat salah, kemanusiaan kita.
Mohon berikan hamba petunjukMu dan berikan hamba pengertian untuk memahami petunjukMu.. (karena tanpa ada pengertian, mau dikasi petunjuk berapa kali, juga kaga bakalan ngerti-ngerti..)
Berikan hamba kekuatan atas segala cobaan dan masalah yang terjadi.. (karena setiap orang pasti dicoba, jadi percuma minta "Tuhan, hindarkan hamba dari cobaan", setiap orang pasti punya masalah.. jadi lebih baik dikuatkan aja deh, hehehe)
Amin

Dan bahkan segala yang kita butuhkan sudah terucap saat shalat... Seperti halnya sikat gigi, kebanyakan dari kita menyikat gigi hanya agar gigi harum dan terasa bersih, seperti mandi. Tapi kalau saja kita sikat gigi secara menyeluruh, sampai mengenai gusi, mulut bagian dalam, dan disikat dengan arah yang benar, bukan saja harum, tapi bener-bener bersih, dan sehat, tahan terhadap kuman penyakit. Pokoknya jadi top markotop! (thumbs up) Shalat juga begitu, rasanya akan beda kalau dilakukan sepenuh hati. Begitu bukan.. bukan begitu?? (big grin) walau kadang aku juga susah banget belajar untuk sepenuh hati.. balik lagi, karena kemanusiaan / human being.

Yah.. aku juga bukan manusia yang sempurna, jauhhhhh banget dari sempurna. Tapi mengutip dari kata seorang Ustadz, "Give Him the best that you can, and He will give you the best that He can" indah banget yah... (happy) maka semua yang kita punya rasanya ga ada artinya lagi selain ridhoNya. That will be enough. It will be always enough. It'd be never felt that it never been enough...

nyok shalat bentar...

Saturday, September 05, 2009

Hijab itu...

I wanna cry to write this. Tepat setahun niat berhijab akhirnya terlaksana.. Alhamdullilah (happy) semoga bisa selamanya.
Bukan maksud aku untuk jadi orang yang terlihat benar, tapi ini hanya sekadar sharing, ga lebih.. (jarang-jarang nulis pake 'aku', jadi kagok, hahaha (rolling on the floor))

Setahun lalu, ada satu keinginan yang kuatt.. sekali. Dipicu dari keinginan itu, aku melirik peluang untuk ber-nazar (tau kan yah? semacam janji ke Tuhan, kalau keinginan kita dikabulin, maka kita akan melakukan sesuatu.. CMIIW), siapa tau kesampean, huehehe.. (big grin) Entah kenapa, yang terbersit di pikiran itu, berhijab..

Dan memang selama beberapa tahun terakhir setelah terjun ke dunia kerja, aku ga ngerasa nyaman dengan bagaimana orang melihat, terutama lawan jenis. Yah jujur aja, rasanya kaya di-scan. Belum lagi komentar-komentar yang aku pikir itu ga etis diucapkan, bagian-bagian fisik dikomentarin tanpa batas. Aku pun ngerasa seperti tertampar (bukan lagi tertegur, tapi tertampar!(feeling beat up)), "lo sendiri bagaimana berpakaiannya..??" yah memang salah aku juga kali yah, yang mungkin terlalu cuek jadi orang..

Dari yang niatnya cuma biar keinginan terbesar aku waktu itu dikabulkan.. aku mulai tertarik, aku lirik-lirik, bagus bener temen-temen yang uda hijab, rapih, rasanya aman dan dihormati. Selama aku memperhatikan, seyogyanya laki-laki yang tau bersikap, pastinya malu punya mata yang kaya scanner untuk perempuan yang jelas-jelas berhijab, "jelas-jelas gw menutup aurat, berarti kalau kalian laki-laki yang tau sikap, pastinya punya malu untuk melihat dengan cara seperti 'itu'." (shame on you) kira-kira seperti itu.. Ga percaya?! coba perhatikan kalau lagi di jalan-jalan, atau di bus. Gimana mata laki-laki sekeliling kalau ada cewek lewat. Ga usa yang cantik-cantik banget, cukup yang rambutnya terurai, sama kaos ketat. Langsung deh di-scan.. parah yah (no talking) kalau kita jadi perempuan itu.. dan kebetulan kita sadar, jadinya ga nyaman.. ya kalaupun cewek berhijab yang diliatin (maksudku berhijab yah, ga cuma berjilbab), aku yakin 95% mereka bukan scanning, tapi berpikir positif, inget sama ibadah.. (kalau mereka muslim). just think positively..

Lalu, aku mulai memperhatikan bagaimana orang-orang yang berhijab, bagaimana aku memulai, dan bagaimana setelah itu.. apa aku bisa tahan untuk selamanya?! (thinking) Karena aku waktu itu masih ga yakin bisa bertahan lama untuk hijab. Apalagi aku cepet stress kalo kegerahan.. aku dulu masih berpikir jilbab itu bikin gerah juga..

Kemudian ada 1 rekan kerja yang akhirnya berhijab. Waktu kita pulang bareng, beliau cerita bagaimana jalan pikirannya mengenai hijab yang beliau lakukan waktu bulan puasa. Dimulai dari keseharian kalau datang pengajian, sampai mengumpulkan jilbab satu persatu. Dibarengin hal itu, ada 1 rekan kerja lagi yang bertanya, kok aku ga pake jilbab, padahal diwajibkan untuk perempuan muslim.. Aku ga kaget karena dia pria, aku ga marah karena merasa dikuliahin, tapi aku malah salut karena itu ditanyakan dengan jujur. Bahkan dia bersedia minta tolong kakak perempuannya untuk membantu aku kalau aku butuh bantuan memilih pakaian/jilbab (thumbs up) Aku memang nunggu momen untuk ngumpulin pakaian yang cukup menutup dan beberapa jilbab, masa pake jilbab tapi bajunya masih nunjukin semua lekuk.. apalagi jujur aja, dibandingkan orang kurus, lebih susah untuk orang gemuk memilih baju tertutup. ngerti lha yah.. hehehe

Berangkat dari hal itu, aku beli sekitar 3 jilbab dan mulai memilah-milah pakaian yang secukupnya tertutup. Beli baju baru kan mahal.. jadi mesti nabung dulu (laughing) Tapi satu hal yang paling mengganggu pikiran, apa yang terjadi setelah itu. Apa aku bisa menjaga niat ini terus? Bagaimana dengan pandangan lingkungan sekitar?? Bagaimana perlakuan mereka.. Karena sebelumnya, aku berpikir, hijab itu membatasi. Nanti malah banyak yang menjauh.. dikira fanatik atau sok alim.. atau ada pikiran yang bersifat mengadili.. kalau pake jilbab, harus bersikap gini gitu, ga boleh ini itu.. Apalagi aku orangnya ga suka ribet, pakaian sejadinya. Tapi aku pikir lagi, toh niatnya baik, sesuai seperti keinginan-Nya, insyaAllah lancarrrrr... (praying) Yang mengejutkan lagi, setelah aku mulai berhijab, banyak yang malah memberi support, dari hadiah-hadiah jilbab dan pakaian. Rejeki juga mulus-mulus aja, menghadapi masalah bisa lebih tenang, walau kadang masih terasa panik.. namanya juga belajar. hehe (smug)

Awalnya, terasa memang yang namanya keterbatasan. Apalagi waktu ganti baju di tempat ganti baju wanita. Kebanyakan perempuan yang tidak hijab, rasanya ringkas. Tapi aku?? rasanya ribet banget.. (nail biting) "istighfar, lam.." Lama-lama, rasanya nyaman.. yah ga sampe beberapa minggu.. Setelah beberapa hari uda nyaman sekali, malah bukan keterbatasan, tapi freedom! Salah besar kalau hijab membatasi, justru yang aku rasa, bebas-bebas aja tuh bergerak, ga ada yang matanya kaya scanner lagi. bebas-bebas aja mau kemana-mana, insyaAllah aman.. dan ga perlu lagi mikirin rambut berantakan ketiup angin, kena debu jadi kusut, lalu rontok gara-gara panas! (thumbs up) alah.. males banget harus mikirin rambut berantakan kaya singa (whew!) dan rasa gerah?? engga tuh.. wajar aja kalo cuacanya emang panas, ya gerah.. biasa aja. Malah kalau hijab, toh rambut juga diikat ga menyentuh leher, jadi ga gerah toh, asik toh?! enak toh?! hahahaha (laughing)

Terlepas dari itu wajib atau tidak, yang utama buat aku, kebutuhan. Sebenernya sudah lama Tuhan tau kalau manusia membutuhkan, karena itu diwajibkan. Tapi sayangnya kita sering sadar terlambat, bahwa kita butuh.
Nah, bukannya niatnya turun, malah makin lama makin terdorong untuk tantangan berikutnya. Shalat pengennya penuh (walau kadang masih sempet bolong.. (crying) mulai pengen menghafal lebih dari 3-4 ayat, dan ga cuma lafal, pengennya juga bisa ngerti artinya.. karena menurutku, ilmu yang paling benar, yah ada di Al-Qur'an semua.. dodolnya gw, uda tua gini baru mau belajar.. (laughing) dan target lainnya. Jadi, ini cuma awal... Yang pasti, rasanya sekarang bebas banget! (dancing) menyesal?! engga banget, malahan happy, satisfied, hehehe. Just think simply for something great and act, because it's just nothing if we're not doing that.

Selamat berpuasa.. mohon maaf lahir batin.. semoga puasa dan ibadahnya maksimal! (happy)

N.B.
btw, pinjam foto baby-nya yah, anak siapa pun ini.. lucu bener (big grin)